Rabu, 30 Juli 2014

HARI KEMENANGAN

Add caption
GAZA, suaramerdeka.com - Hari Raya Idul Fitri seharusnya menjadi hari membahagiakan bagi umat Muslim di seluruh dunia. Namun, hari kemenangan umat Muslim setelah sebulan penuh berpuasa itu tidak dirasakan warga muslim di Kota Gaza, Palestina. 
Dikutip dari kantor berita Reuters, seorang bernama Abir Shammaly tengah berduka saat Idul Fitri tahun ini. Putra Shammaly tewas dalam serangan udara Israel ketika menggempur Distrik Shejaia di bagian timur kota Gaza pada pekan lalu. Kini, dia hanya bisa menangis di samping jasad putranya itu. 
"Bagaimana seharusnya perasaan seorang ibu ketika dia membuka mata pada hari Idul Fitri dan tidak melihat putranya ada di samping dia?" tanya Shammaly. 
Maka, jadilah Shammaly duduk termenung di samping makam putranya yang baru saja digali. Sementara putri Shammaly menabur bunga mawar berwarna merah muda dan putih di atas pusara sang kakak. 
Shammaly merupakan satu dari ribuan warga Gaza yang memberikan penghormatan bagi orang Palestina yang tewas dalam serangan Israel yang membabi buta. 
Setelah tiga pekan militer Israel menggelar Operasi Perlindungan Perbatasan pada 8 Juli lalu, total lebih dari 1.000 warga Palestina meregang nyawa. Sementara 6.000 lebih warga mengalami luka. 
Serangan Israel tak hanya meluluh lantakkan sebagian besar bangunan di pusat Kota Gaza. Masjid pun tak terkecuali juga turut menjadi sararan Israel. Tak pelak, umat Muslim di Gaza terpaksa menunaikan ibadah salat Idul Fitri di lapangan-lapangan terbuka. 
Menurut keterangan seorang relawan lembaga kemanusiaan Mer-C, Husein, kepada BBC, mereka lebih memilih menunaikan salat di tempat tersebut, karena takut akan menjadi sasaran serang militer Israel. Alhasil, lanjut Husein, salat Id dilakukan di berbagai tempat. Bahkan, ada umat Muslim yang menunaikan salat di bangunan lain seperti di gereja. 
Badan PBB untuk Penanganan Pengungsi Palestina, UNRWA, mencatat sekitar 167 ribu warga mengungsi di sebuah sekolah berwarna biru dan putih yang dikelola organisasi itu. Sekolah tersebut dibangun tahun 1949 silam untuk membantu pengungsi Palestina dari perang kemerdekaan Israel. 
Bagi para pengungsi Palestina, maka tidak ada kata liburan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar